Matahari di Atas Recis
January 1, 2021Adorasi Ekaristi Misioner Bersama Keluarga di Gereja Kristus Salvator Jakarta
January 6, 2021“LAUDATO SI’, O mi Signore”, – Terpujilah Engkau, Tuhanku”. Dalam nyanyian yang indah ini, Santo Fransiskus dari Assisi mengingatkan kita bahwa rumah kita bersama bagaikan saudari yang berbagi hidup dengan kita, dan seperti ibu jelita yang menyambut kita dengan tangan terbuka. “Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang menopang dan mengasuh kami, dan menumbuhkan berbagai buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rerumputan”. (Sumber: Buku Ensiklik LAUDATO SI’ hal 1).
Kita dan semua makhluk alam semesta disatukan dan dibentuk menjadi keluarga universal karena diciptakan oleh Allah yang sama. Maka seruan Paus Fransiskus tentang Ensiklik ‘LAUDATO SI’, mengajak kita untuk kembali kepada alam. Kita harus saling mencintai, merawat dan menjaga satu sama lain. Selama ini alam telah memainkan perannya sebagai ibu yang selalu menjaga dan menyediakan segalanya untuk manusia. Bagaimana dengan kita sebagai putera dan puterinya, apakah kita sudah membalas cintanya, atau malah melukai hatinya?. Terkadang tangan manusia begitu terampil dan lincah mengayunkan parang untuk menebang pohon serta tanaman. Baik dalam jumlah besar maupun kecil.
Bukan suatu kebetulan bahwa Virus Corona datang ketika bumi merasa sakit dan menderita akibat ulah nakal tangan-tangan manusia. Virus yang kecil namun mematikan ini memang sedang menyapa kita, para manusia, tetapi sekaligus memberi kesempatan kepada alam untuk mengobati diri dari luka dan deritanya. Seperti yang kita lihat saat ini, oleh karena Pandemi maka orang semakin kreatif memanfaatkan ruang dan waktu. Tidak sedikit dari kita memiliki perhatian dan kecintaan yang lebih terhadap tanaman, baik itu menanam sayur-sayuran, maupun tanaman lainnya. Sepertinya seruan Paus Fransiskus tentang LAUDATO SI’ ini telah menggema sampai ke ujung bumi. Tidak hanya kepada orang Kristiani tetapi kepada semua lapisan masyarakat, hal ini terbukti dengan adanya gerakan-gerakan yang bersentuhan dengan alam. Seperti terlihat di beberapa gereja yang sudah mulai memakai tanaman hidup sebagai dekorasi, gerakan di tingkat kecamatan dengan tema “Hijau Lingkunganku”, bahkan sekarang bunga hidup banyak dijual di pasar. Hal ini membuktikan bahwa nilai kesadaran kita untuk merawat alam sudah mulai terlaksana.
Sebagai Fransiskan, kita pun dipanggil secara khusus untuk mengikuti teladan Bapa St. Fransiskus Assisi yaitu bersahabat dengan alam. Selain menanam dan merawat tanaman, kami di komunitas Novisiat Emaus bersepakat bahwa selama tahun Laudato Si’ mengadakan doa dengan tema “Earth Holy Hour”. Satu jam diisi dengan rosario, renungan, nyanyian pujian kepada Bunda Maria maupun nyanyian untuk alam dan ditutup dengan litani kepada St. Yosef, (selama tahun yang didedikasikan kepada St. Yosef). “Earth Holy Hour“ diadakan di taman biara, agar sungguh-sungguh merasa bersatu dengan alam. Bukan hanya indah karena dapat melihat langit, bulan, bintang-bintang dan merasakan sejuknya angin malam, tetapi lebih dalam kita diajak untuk merasakan sapaan alam sekitar dan menjalin solidaritas persaudaraan. Makna mematikan lampu bukan hanya supaya kita hemat, tetapi juga ingin merasakan kehidupan malam yang tanpa penerangan dengan mereka yang tidak memiliki tempat tinggal dan yang hidup di bawah kolong jembatan. Selama ini hidup kita tak pernah merasa kekurangan, semoga dalam kelimpahan rahmat ini kita juga bersolidaritas dengan saudara-saudari pemberian Tuhan.
“Mendengarkan setiap makhluk menyanyikan himne keberadaannya adalah hidup dengan pengharapan dan sukacita .” (Ensiklik LAUDATO SI’)
Kontributor: Angeline (Novis FMM 2020)