Memanfaatkan Daun Kering dan Kebun
March 18, 2022Kisah Kami Bersama Marie de la Passion
April 7, 2022Bahan Referensi
1. Kejadian 4:1-17 (Kain dan Habel)
2. Gal.5;19-21
3. 1 Kor. 13:4
Di dalam kehidupan bersama di komunitas, barangkali kita pernah menyaksikan seorang yang tidak begitu senang dengan keberhasilan orang lain, lalu mencelanya, dan selalu bisa menemukan yang salah dari keberhasilan itu, bahkan dengan sengaja mengkritiknya di depan orang banyak. Sebaliknya ia kegirangan menyaksikan kegagalan atau kejatuhan orang lain itu.
Ada juga yang merasa kecil hati atau merasa tidak suka ketika melihat orang lain lebih berbakat, lebih disukai dan lebih dipercayai. Lalu mulai menggosip dan menjelekkan dia dibelakangnya. Lebih buruk lagi sampai pada tindakan memfitnah. Perilaku tersebut jelas, merupakan ungkapan dari rasa iri hati. Dan ini sangat mengganggu baik dalam hidup bersama di komunitas, maupun dalam kerja sama di karya perutusan
MENELUSURI IRI HATI
Iri hati adalah salah satu dari dosa pokok (KGK. 2539). Orang yang iri akan kecewa karena yang lain mendapat untung. Apabila iri hati ini dibiarkan menguasai kita, bisa jadi akan muncul muatan emosi negatif lainnya; seperti dengki, fitnah, hujat, dusta, sombong. Yang lebih berbahaya iri hati akan mendorong orang untuk melakukan tindakan buruk supaya orang yang diirikan itu jatuh. Dengan kata lain iri hati sebagai dosa pokok, jika tidak dikelola, akan membawa kita pada tindakan dosa yang berikutnya.
Dalam Kejadian 4:1-16, diceritakan bagaimana Kain iri hati terhadap saudaranya Habel, karena persembahan Habel diindahkan Tuhan sedangkan persembahan Kain tidak. Kain iri hati terhadap Habel. Iri hati ini disertai juga rasa marah yang ditujukan pada Tuhan. Kain membiarkan iri hati ini menguasai dirinya sehingga menimbulkan tindakan dosa berikutnya yaitu dosa pembunuhan. Kain membunuh Habel, saudaranya sendiri oleh karena iri.
Di komunitas sendiri, tidak setiap orang memiliki rasa iri hati, namun ada juga yang memang suka iri hati. Iri hati ini disebabkan oleh pengalaman masa lalu, baik dalam keluarga maupun dalam pergaulan. Diantaranya adalah orang tua yang selalu membanding-bandingkan anaknya bahwa yang satu lebih baik dari yang lain, guru yang selalu memuji murid satunya dan mengkritik yang lainnya, atau situasi pergaulan yang sarat dengan persaingan tidak sehat.
Kerugian dari perilaku iri hati yang dibiarkan menguasai kita, akan dialami oleh dua pihak, baik yang iri hati maupun yang dikenai iri hati. Akan terjadi persaingan yang tidak sehat. Mungkin juga sampai pada pertengkaran. Dan tentunya semakin menjauhkan orang dari Tuhan dan hidup kekudusan. Tidak bisa lagi memberikan kesaksian hidup persaudaraan dalam Kerajaan Surgawi di bumi ini.
MENGELOLA IRI HATI-KU
Seseorang yang baru saja menyadari bahwa iri hati sering kali muncul dalam dirinya, berniat untuk menyembuhkan iri hatinya itu dengan langkah-langkah berikut:
Pertama dia berdoa memohon supaya dibebaskan dari iri hati, memohon supaya bisa menerima diri baik kelebihan maupun kekurangan. Dia memohon supaya bisa mengatur keinginan-keinginannya. Dia memohon supaya bisa memiliki sikap syukur dan sikap menghargai orang lain. Doa ini dia panjatkan kepada Tuhan setiap hari dengan tidak jenuh-jenuhnya.
Dia mencoba merefleksikan, mengingat kembali peristiwa ketika dia mengikuti rasa iri hatinya yang mengakibatkan relasi memburuk. Bahkan relasi dan komunikasi yang tidak sehat ini menghambat kerja serta memberikan kesaksian yang buruk pada rekan-rekan awam; tentang semangat persaudaraan antar sesama yang seharusnya terjadi. Iri hati ini juga menghambat dirinya dalam mengejar kesucian hidup. Ingatan yang tidak baik ini menjadi bahan pelajaran bagi dia untuk tidak melakukan lagi.
Dia berusaha menerima bahwa setiap pribadi unik. Bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda. Dia mungkin tidak bisa memiliki kelebihan yang dimiliki orang lain, sehingga sia-sia kalau dia menginginkannya, tetapi dia bisa mengembangkan kelebihannya sendiri yang tidak dimiliki orang lain.
Dia ingin seperti orang lain tetapi tidak bisa menirunya. Dia ingin seperti orang lain yang lebih disukai orang, lebih berbakat dan lebih dipercayai pimpinan. Tetapi kenyataannya dia tidak mampu menjadi seperti orang lain. Pada saat itu dia lalu mencoba mengalihkan fokus perhatian; tidak pada orang lain tersebut, tetapi lebih pada usahanya untuk mengembangkan kemampuannya sendiri. Ia berusaha melakukan tugas dan kerjanya dengan baik, sampai dia sendiri menemukan kepuasan dalam menjalankan tugasnya itu.
Ketika muncul keinginan untuk bersaing secara tidak sehat dengan orang lain, Maka energi bersaing itu dia gunakan untuk mengembangkan bakat-bakatnya sendiri. Lalu dia mulai berhenti membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain yang selama ini memupuk rasa irinya.
Setelah berulang kali dia melakukan langkah-langkah tersebut, dia lalu mulai bisa menerima orang lain tanpa rasa iri, tanpa rasa tidak aman, tanpa rasa tersaingi, tanpa rasa rendah diri atau sombong. Dia melihat orang lain sebagai teman seperjalanan, saudara seperjuangan dalam mengejar kesucian yang patut disyukuri. Dia mulai bisa menghargai orang lain yang lebih dari dirinya. Rasa iri menjadi rasa kagum pada sesama sebagai Citra Allah.
Dia mulai takut, atau bahkan tidak suka pada dosa iri hati, dan tidak ingin lagi dikuasai oleh dosa iri hati. Dengan itu suster bisa lebih merasakan kebebasan batin untuk melakukan hal-hal yang lebih berguna bagi kerasulannya demi kemuliaan Allah.
KETIKA ORANG LAIN IRI HATI PADA-KU
Suatu hari seorang rekan bercerita bahwa teman kerjanya selalu bersikap kasar terhadapnya, seolah teman itu tidak punya kemampuan untuk berkomunikasi dengan sopan dan tidak punya sikap menghargai. Teman itu juga selalu menghindarinya. Bahkan dia mendengar dari pihak ketiga bahwa temannya itu selalu menjelek-jelekan dia, dan seringkali mengakui di depan orang-orang bahwa semua keberhasilan dalam karya adalah hasil upayanya sendiri, padahal kenyataannya tidak. Lalu yang lain mulai menyimpulkan bahwa teman itu iri hati padanya itu, karena dia memiliki kemampuan yang lebih dari teman itu.
Namun dia itu nampak bersikap tenang. Dia ingin menjaga kesucian batin dan melindungi hatinya dari godaan amarah, kebencian dan dendam. Dia cukup mengenal teman itu dan mencoba memahaminya. Pemahaman akan teman itu membuat dia mudah untuk memaafkan seperti yang pernah Yesus lakukan di atas salib :”Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”
Sikap kasar dari teman itu dan rasa iri yang dinyatakan lewat perkataaan dan tindakan terhadapnya, terasa mengganggunya. Namun ia berpikir bahwa sikap dan perilaku itu menjadi tanggung jawab teman itu kepada Tuhan. Dia hanya berpikir bahwa perilaku iri itu menunjukkan bahwa teman itu mengakui adanya kelebihan dan kemampuan dalam diri-nya, hanya pengakuan itu disertai dengan rasa iri, sehingga perilaku yang muncul menjadi tidak baik.
Dia menyadari bahwa perilaku kasar teman itu bukan ditujukan pada pribadinya sebagai citra Allah yang berharga, tetapi pada kelebihan dan kemampuan dirinya. Maka dia tetap bersikap baik kepada teman itu, dan mencoba memberikan manfaat dari kemampuannya yang bisa dirasakan oleh teman itu. Seperti memperkenalkan teman-temannya kepada teman itu, melibatkan teman itu pada kegiatan yang ingin diikutinya, memberi kesempatan dan kepercayaan untuk bisa mengembangkan bakatnya sendiri dan menggunakannya dalam karya serta pelayanan.
Peristiwa ini mengajak dia untuk mengevaluasi perilakunya selama ini. Perilaku mana yang kiranya telah menimbulkan iri hati pada orang lain. Dengan evaluasi ini, dia mengetahui mana yang perlu diperbaiki. Akhirnya dia menjadi semakin trampil dalam membangun persekutuan di komunitas.
Dalam perjalanan kehidupan berkomunitas, dosa iri hati menjadi penghambat perjuangan anggota komunitas dalam kesucian hidup. Namun bersyukur bahwa di dalam komunitas biara ada banyak sarana untuk mengatasi itu. Sarana tersebut ialah: ada ibadat harian bersama, ada Perayaan Ekaristi, meditasi, adorasi, doa Rosario setiap hari, rekoleksi bulanan, retret tahunan dan lainnya. Sarana ini banyak mengingatkan para religius pada kesucian dan pertobatan terus menerus.
Maka dalam menghadapi seorang yang iri hati, kita juga hendaknya menjadi sarana baginya untuk mengarahkannya pada pertobatan. Ketika ia mulai menjelekkan teman yang ia irikan, kita tidak ikut mengompori. Untuk ini kita perlu membebaskan batin kita agar tidak ada keinginan untuk mendapat keuntungan darinya, sehingga kita bisa membantu dia dengan tulus hati.
Karena tidak cukup hanya sekedar tidak mengompori saja tetapi juga perlu mengalihkan perhatiannya dari orang yang dia irikan, kepada diri sendiri. Dan dibantu untuk melihat bagaimana proses timbulnya perilaku menjelek-jelekan itu ada dalam diri sendiri. Sehingga dia sendiri yang nantinya menemukan iri hati itu dalam dirinya. Ini memang tidak mudah, perlu ketrampilan berkomunikasi agar dia tidak merasa diarahkan oleh kita.
Pengalihan lainnya adalah membantu orang yang iri itu untuk lebih focus pada peningkatan kualitas pekerjaan dan pada pengembangan kemampuannya sendiri. Dan tentu saja mengingatkan kembali bahwa panggilan hidup kita adalah mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah, dan iri hati ini dosa yang menghambat pewartaan nilai-nilai itu, dari segi kesaksian hidup.
Pertanyaan Refleksi
- Bagaimana saya mengelola iri hati yang muncul?
- Bagaimana saya menghadapi orang yang iri hati kepada saya?
- Bagaimana saya membantu orang yang iri hati pada orang lain, saat dia bercerita kepada saya?