Pengalaman Selama Situasi Covid-19 di Yangon
August 9, 2020Aku Ingin Pulang
September 19, 2020Situasi retret tahun ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Adanya pandemic Covid-19 melumpuhkan semua rencana yang sudah dikemas secara baik oleh provinsi maupun komunitas-komunitas. Covid-19 sangat meresahkan hati kita saat ini, ia datang bagai malaikat maut yang siap menerkam siapa saja yang tidak berhati-hati menjaga diri. Ruang gerak dan rutinitas harian sangat dibatasi. Covid-19 sangat memenjarakan hdup kita saat ini.
Oleh karena situasi ini maka retret tahunan kali ini dilaksanakan di komunitas masing-masing, dengan dibantu alat komunikasi internet zoom meeting. Retret dipimpin oleh Sr. Yolanda Moquete,FMM. Tema retret adalah Transformasi dan tema ini bukan menjadi sesuatu yang asing lagi bagi kita FMM. Provinsi dan Tarekat sudah mendengungkan nilai transformasi sejak dua tahun yang lalu. Sangat menarik bila transformasi kembali dibahas, direnungkan dan direfleksikan, karena perlu diketahui dalam sharing bersama sebagai FMM sejauh mana saya sebagai FMM menghidupi praktek transformasi dalam hidup bersama, maka dalam kesempatan ini saya merasa bahwa kejujuran dan keterbukaan dari masing-masing pribadi sangat dibutuhkan agar satu sama lain dapat saling mengenal, saling mendukung serta saling mengingatkan untuk memperbaiki diri hari demi hari menjadi lebih baik.
Menyadari keterbatasan diri sebagai manusia, melalui sharing-sharing kehidupan harian, saya dan para suster sedang dalam perjuangan untuk menjadi lebih baik. Ada saat jatuh dan ada saat bangun dan menang dari pergumulan hidup dan sayapun akhirnya menemukan bahwa transformasi bukan hal yang mudah dilakukan apalagi dalam hal melakukan perubahan sikap mental maupun cara berpikir yang selama ini sudah menjadi habitus dalam diri. Dibutuhkan kerja keras dan tekad yang kuat demi suatu perubahan, namun dari itu semua kekuatan untuk melawan pergumulan hidup adalah doa karena doa adalah keutamaan hidup sebagai seorang religius yang tidak boleh dilewati karena berbagai kesibukan kita. Untuk menggapai suatu niat yang baik pasti ada banyak tantangan dan kita butuh berkolaborasi dengan rahmat Tuhan, maka datang dan duduk dihadapan-Nya adalah hal utama yang harus kita lakukan terlebih dahulu.
Dalam seluruh proses retret, saya sungguh memanfaatkan waktu untuk berdiam diri dalam keheningan bathin, merajut kembali relasi dekat dengan Tuhan secara intensif melalui doa dan refleksi dan ternyata banyak hal yang saya temukan dalam keheningan itu. Seluruh hidup saya dan perjuangan saya adalah praktek transformasi yang di dalamnya ada reaksi menangis, sedih, kecewa dan pada akhirnya ada lembaran bahagia disamping reaksi-reaksi alami yang saya lalui. Hal ini hanya bisa saya maknai bahwa hidup saya sungguh berarti apabila saya melihat segala sesuatu dalam hidup saya adalah bagian dari pembentukan pribadi saya untuk menjadi FMM. Dan ketika saya merasa bahagia, bangga, sukacita ini merupakan cara Tuhan mencintai saya melalui sesama yang hidup bersama saya.
Semua bentuk kehidupan akan menjadi lebih baik bila saya melihat dan memaknainya sebagai sesuatu yang positif dalam hidup dan ada inisiatif untuk mau berjuang menggapai sesuatu yang masih kurang dalam diri. Sebuah kalimat inspirasi yang saya temukan dalam refleksi saya adalah “jangan katakan bahwa saya adalah yang paling baik di antara semua orang tetapi katakan bahwa saya yang paling buruk di antara semua orang; karena kalau saya mengatakan bahwa saya yang paling baik maka saya tidak akan berubah tetapi jika saya mengatakan bahwa saya yang paling buruk maka akan selalu ada usaha dari dalam diri untuk berubah menjadi lebih baik dari hari ke hari.” Kalimat inspirasi ini muncul saat saya merefleksikan hidup bersama para suster dalam komunitas di mana saya hidup.
Komunitasku adalah keluargaku maka apapun yang terjadi dalam komunitas baik suka maupun duka itu adalah keluargaku yang sepatutnya saya cintai dan hargai keberadaannya. Komunitas adalah tanggungjawabku, maka jika ada hal yang keliru terjadi dalam komunitas, saya pun harus berani mengungkapkannya sehingga tidak terjadi salah paham antara saya dengan saudariku yang lain. Indahnya hidup bersaudara apabila adanya sikap saling terbuka, menerima, memaafkan dan rekonsiliasi. Komunitas akan menjadi gambaran surga kecil apabila sayapun turut ambil bagian dalam memberikan sukacita sebagai sumbangsih saya dalam hidup bersama. Bukan sikap saling menuntut antara saya dengan orang lain. Proses transformasi memang tidak mudah maka dibutuhkan perjuangan terus menerus sepanjang hidup. Wajar kalau masih sering jatuh karena kita adalah manusia yang tidak sempurna yang sekali praktek langsung jadi.
Pada kesempatan ini, saya bersyukur bahwa sampai saat ini saya masih berada dalam lingkaran keluarga FMM, artinya sederet peristiwa hidup entah suka maupun duka bisa saya lewati dan itu bukan hanya saya sendiri tetapi saya bersama para suster dalam komunitas di mana saya berada. Komunitas memebentuk saya dengan gaya FMM yang pada akhirnya saya terbentuk menjadi FMM. Hidup apapun bentuknya memanglah tidak luput dari tantangan, saya adalah pribadi yang masih hidup dan bisa disebut sebagai pejuang kehidupan. Bila saya tidak mampu untuk berjuang dalam hidup ini maka sebenarnya setengah diri saya adalah mati tanpa gerak. Hidup akan penuh makna ketika saya setia melewati lika-likunya.
Kesetiaan menjalani hidup telah ditunjukkan oleh mempelai agung Allah yakni Bunda Maria, setidaknya dalam hidup ini semangat dan keteladanannya menginspirasi hidup kita. Maria menjawab “Ya” artinya ia siap menerima konsekwensi apapun yang akan terjadi di kemudian hari. Maria sudah siap dan ia memiliki sikap pasrah penuh pada kehendak Allah. Dia tidak lari dari tantangan tetapi setia menghadapi tantangan dan tantangan itu sangat menyayat hatinya. Maria sebenarnya mengalami transformasi yang luar biasa, keluar dari ego diri dan mau mengikuti apa yang dikehendaki oleh Allah. Dari sikap transformasi Maria telah menghasilkan buah yaitu keselamatan untuk semua jiwa. Bisa dibayangkan kalau Maria tidak menanggapi rencana Allah maka mungkin sejarah keselamatan tidak terjadi. Tokoh berikut yang juga menginspirasi hidup kita dalam transformasi adalah Yesus Kristus, melalui inkarnasi dan kalvari Ia telah menunjukkan besar cinta Allah untuk umat-Nya dan cinta itu sungguh dibuktikan-Nya lewat kematian-Nya di salib. Dia telah menyatakan diri-Nya sebagai jalan, kebenaran dan kehidupan dan hanya melalui Dialah setiap orang mencapai keselamatan. Jelas terlihat bahwa ada tantangan untuk mengikuti Kristus dan hanya bagi orang yang setialah yang dapat menghadapinya. Salib memang tidak enak, berat dan melelahkan tetapi perlu diingat bahwa Yesus pernah mengatakan ”Barangsiapa yang setia mengikuti Aku, ia akan memperoleh keselamatan.” Ini janji Yesus dan Dia tidak pernah mengingkari janji-Nya, maka proses inkarnasi sampai kalvari membawa saya pada suatu kesadaran bahwa kesetiaan itu akan mencapai puncak kejayaan seperti yang telah ditunjukkan oleh Yesus sendiri.
Tokoh inspirasi berikutnya yang kita kenal dekat sekali dengan kita sebagai FMM adalah ibu pendiri kita Beata Marie de la Passion. Ia pun juga mengalami proses transformasi berkali-kali dalam hidupnya transformasi itu dimulai sejak ia masih berada bersama dengan keluarganya, kematian orang-orang terdekatnya, saat ia sakit di dalam biara Klaris, saat ia diturunkan dari jabatannya, saat putri-putrinya dibunuh di Tai Yuan Fu-China. Semua dihadapinya dengan tenang, ia tahu bahwa ia adalah kurban dari Yesus yang tersalib sehingga ia setia menanggung semua penderitaannya. Nafas kehidupan Marie de la Passion pun masih bisa dirasakan hingga saat ini, ia hidup di antara kita sehingga bila kita mengalami pergumulan atau kesulitan dalam hidup mintalah melalui pertolongan doanya. Ia dekat dengan Allah dan ia telah menjadi orang kudus Allah.
Dalam hidup kita saat ini, apapun permasalahan yang dihadapi mungkin baik bagi kita untuk bersandar dan memohon pertolongan dari tiga tokoh inspirasi kita ini.
Dari seluruh rangkaian retret yang telah saya lewati, kepenatan akibat rutinitas dan kepanikan akibat pandemic Covid-19 membuat saya merasa semakin dipenuhi oleh daya ilahi untuk tetap optimis dan pasrah dalam hidup meski apapun tantangannya, dan yakin bahwa Dia ada dalam hidup menuntun dan terus membimbing dengan cara-Nya. Kerendahan hati harus saya utamakan untuk mengundang Dia masuk dan merajai seluruh diri dan keberadaanku.
Retret yang agak berbeda situasi ini telah menitikkan banyak harta yang saya dapatkan dan menjadi bahan permenungan saya sebagai FMM sepanjang hidup saya. Bukan hanya kata yang indah dalam refleksi tetapi buah dari apa yang direfleksikan itu harus nampak dalam hidup saya, inilah yang sedang saya perjuangkan.
Di akhir retret seluruh peserta retret on-line bertemu sapa dengan Sr. Jolanda Delleman, FMM anggota dewan general di Roma. Temu singkat ini sangat meneguhkan kami di mana Sr. Jolanda Delleman memberikan semangat dan dukungannya untuk para suster di Provinsi Indonesia. Corona memang membatasi kita secara fisik tetapi tidak membatasi kita dalam relasi atau perbincangan dengan sesama kita. Temu sapa pun dilanjutkan antara para peserta retret dan kemudian diakhiri dengan ibadat penutupan retret bersama. Akhirnya kesimpulan saya dari makna retret tahun ini adalah retret transformasi memberi sejuta makna meski di tengah wabah corona.
Kontributor : Sr. Clementina, FMM – Komunitas Our Lady of Victorious Jakarta