Berperang Melawan Covid dengan Serbuan Vaksinasi
September 29, 2021Puncak Weekend
October 2, 2021FRIP adalah program yang diadakan oleh kelompok Fransiskan / Fransiskanes bagi anggotanya yang akan mempersiapkan diri untuk kaul kekal. Waktunya kurang lebih satu bulan yang biasa disebut juga dengan retret agung. Program ini diadakan setiap tahun dan pada tahun ini diadakan di Rumah Retret Lampung Pringsewu yang dikelola oleh para suster FSGM. Tanggal 4 Juni 2021, kami dari FMM dan berbagai Tarekat lain yaitu FSGM, FCH, DSY, OFM dan MTB berangkat menuju Lampung untuk mengikuti kegiatan ini.
Pertemuan FRIP dibuka dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Pater Daniel, OFM. Dalam khotbahnya Pater mengajak kami para peserta FRIP untuk mengalami kemuliaan Tuhan di kemah Laverna ini. Seperti St. Fransiskus Assisi mengalaminya di gunung Laverna hingga menerima Stigmata pada tubuhnya. Kami diajak untuk menjadi manusia baru yang berguna bagi Tarekat, komunitas maupun di tempat karya.
Kegiatan diawali dengan penjelasan mengenai FRIP, mengenali tipe kepribadian dan beberapa penjelasan lain yang diberikan oleh para pendamping. Kemudian kami semua masuk dalam keheningan, saat bergumul dengan Kitab Suci dan tulisan-tulisan St. Fransiskus Assisi, juga bergulat dengan hidup panggilan. Seminggu sekali kami berekreasi bersama. Setiap hari ada meditasi, refleksi dan bimbingan bersama pendamping. Jadi benar-benar waktu untuk diri sendiri dan Tuhan. Dalam permenungan dan refleksi, kami mengalami konsolasi (terhibur, diteguhkan, mendapat inspirasi dan kedamaian). Namun ada juga pengalaman desolasi / padang gurun, yang membuat kami belajar untuk bersabar mencari dan mencari maksud dari pengalaman padang gurun ini. Ternyata pengalaman padang gurun bukan berarti Tuhan meninggalkan kami sendirian. Tuhan tetap hadir, hanya bagaimana kami peka merasakan kehadiran-Nya itu.
Selama retret, kami telah dihantar untuk merefleksikan kembali perjalanan hidup dan panggilan kami masing-masing. Kami menyadari bahwa kami telah dipanggil Tuhan untuk menjadi surat Kristus, pembawa kabar gembira kepada orang lain. Untuk menjadi surat Kristus, hal pertama yang harus kami perhatikan adalah melakukan pertobatan atau pembaharuan diri terus menerus. Kami juga menyadari pentingnya membangun semangat lepas bebas: bebas untuk diutus kemana saja, bebas untuk mewartakan kebaikan, kendati ada penolakan.
Sebagai religius, kami dipanggil menjadi bentara Kristus, pewarta Khabar Gembira, pembawa damai kepada orang lain, baik di komunitas maupun di tempat karya seperti yang diteladani oleh St. Fransiskus Assisi lewat perjalanan dan impian-nya.
Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin mengutip sebuah refleksi dari Pater Murray Bodo, OFM dari buku “Perjalanan dan Impian” yang sungguh menjadi inspirasi dan peneguhan saya dalam meneladani semangat Bapa kita St. Fransiskus Asissi.
Perjalanan dan Impian
Tanpa perjalanan,
Impian itu cuma sekedar merenungkan diri
dengan memutarkan roda refleksi mengenai itu-itu saja
dan putarannya hanya berporoskan dirimu saja.
Bersama dengan perjalanan,
penemuan dirimu akan menjadi suatu perjalanan
yang tidak berakhir di dalam dirimu
tetapi melampaui dirimu dan memunculkan sisi lain
dari roda refleksi yang digerakkan dalam dirimu.
Kalau tinggal terlalu lama di dalam
perjalanan menjadi sekadar dongeng Odysseus
dan mimpi menjadi ilusi.
Roda harus berputar di atas jalan yang nyata
menuju arah Impianmu.
Kalau tinggal terlalu lama di jalan
mimpi akan padam sampai tidak kelihatan lagi
dan jalan akan menggantikan Impian.
Perjalanan dan Impian bersama
menjadi satu ungkapan kasih yang seimbang
dan kedua-duanya akan terwujud
di luar batas-batas pikiran-mu.
Sr. Yashinta, FMM