FMM Indonesia

Sejarah FMM Indonesia

Kongregasi Suster FMM didirikan pada 6 Januari 1877 di Ootacamund, India oleh Hélène de Chappotin yang dikenal dengan nama religiusnya Marie de la Passion. Ia lahir di Nantes, Prancis pada 21 Mei 1839. Ayahnya Charles de Chappotin seorang insiyur dan ibunya Sophie Galbaud du Fort. Ibu pendiri dibesarkan dalam keluarga yang taat pada ajaran Gereja Katolik. Ia dididik untuk menjadi pribadi yang beriman teguh, kuat dan pantang menyerah.
Marie de la Passion
Sejarah

Situasi Negara dan Gereja di Eropa

Selama abad ke-19 bangsa-bangsa Eropa mengalami berbagai macam revolusi yang menggoncangkan penduduk dari kerajaan-kerajaan, gereja dan umat Kristen yang dulu berjaya sekarang menjadi benteng terkepung. Para ahli filsafat menyerang secara sembunyi-sembunyi, setelah itu ada pemberontakan tentara-tentara revolusi Perancis, dan kemudian muncul macam-macam Negara baru. Wilayah kepausan jatuh pada tahun 1860, maka ketika gereja tergoncang mencari identitas yang sebenarnya muncullah seorang wanita yang melalui dan dalam pertistiwa sedih yang dialaminya dizaman itu, mendengar panggilan cinta dalam hati nuraninya. Tanpa bimbang ia menjawab “Inilah aku!”

Sejarah

Inilah jawaban “YA”

Ini merupakan permulaan dari suatu petualangan yang menariknya dan bersama-sama dengan ribuan wanita lain pergi ke seluruh dunia. Ia sendiri tidak mempunyai suatu rencana apapun. Namun Tuhan yang memanggilnya terus-menerus mengutusnya pula. Bagi Marie de la Passion, hidup dan misinya menjadi satu. Dengan perspektif ini, Marie de la Passion mempunyai tempat tersendiri dalam kegiatan misionaris Gereja zaman itu. Ia tidak dipanggil untuk satu tugas atau satu bangsa. Mengikuti Kristus, ia hanya mau menyerahkan hidupnya untuk menarik semua orang pada Ekaristi. Allah yang tidak terbatas adalah tempat kediamannya, demikian pula dunia seluruhnya. Seiring dengan berjalannya waktu, Marie de la Passion mengalami banyak tantangan yang membuatnya semakin menyadari arti kenabiannya bagi Gereja. Sebagai wanita yang taat pada dorongan Roh, ia menyerahkan dirinya dalam kesiap-sediaan dalam misi. Panggilan misionaris mengantarnya ke tanah India. Atas petunjuk Paus Pius IX, ia pun mendirikan Kongregasi Misionaris Maria di India yang mengikuti cara hidup dan spiritualitas St. Fransiskus Assisi.

Panggilan suster FMM adalah menghayati Injil dalam hidup sederhana, gembira, dan menjadi pembawa damai dalam dunia. Meneladani semangat Bunda Maria, para suster FMM menyembah Tuhan Yesus Kristus dengan memusatkan hidup religiusnya pada Ekaristi; menyerahkan diri sepenuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi seperti “Ecce” dan “Fiat” Bunda Maria. Panggilan FMM yang bercorak aktif dan kontemplatif, menekankan doa yang terpancar dalam karya kerasulan. Saat ini berdasarkan data statistik tahun 2020, para suster FMM yang berjumlah 5580, berasal dari 78 kebangsaan, berkarya di 73 negara dalam lima benua.

Selanjutnya mengenai bagaimana Beata Marie de la Passion mengusahakan berdirinya rumah biara di Roma, Italia, bisa dibaca pada tautan berikut ini :

Sejarah

Tarekat FMM Masuk di Indonesia

Pendirian kanonik Suster-Suster Fransiskan Misionaris Maria Provinsi Indonesia, di Rangkasbitung tanggal 4 Maret 1933. Waktu itu Rangkasbitung masih termasuk Vikariat Apostolik Batavia. Kelompok pertama yang tiba di sana adalah Sr. Hildebrand, Sr. Waldeburga, dan Sr. Clasina. Pada bulan November 1933, kelompok kedua FMM yang tiba di misi Jawa: Sr. Perpetuus, Sr. Bentivoglius, Sr. Wulpha, dan Sr. Hermelinda. Sr. Perpetuus dan Sr. Wulpha diutus ke Rangkasbitung sedangkan Sr. Bentivoglius dan Sr. Hermelinda diutus ke Bogor yang waktu itu namanya Buitenzorg.

Setelah perang dunia ke-2, suatu masa penuh penderitaan, pengorbanan dan pencobaan, FMM kembali ke rumah sakit di Rangkasbitung. Selama masa perang, rumah sakit itu dijaga dan dipertahankan oleh Sr. Walderburga yang berasal dari Jerman bersama dua suster oblat OSU: Sr. Laeta dan Sr. Walburga. Sr. Nicasius kembali ke rumah sakit di Rangkasbitung pada tahun 1947, Sr. Maria Lunter dan Sr. Magdalena tahun 1949, kemudian Sr. Perpetuus dan Fregalda. Biara dan poliklinik dibangun kembali pada tahun 1951. Dua tahun kemudian, pemerintah Indonesia mengakui rumah sakit misi tersebut sebagai rumah sakit misi Lebak. Sr. M. Orens memulai Sekolah Pendidikan Keperawatan tahun 1967. Kemudian berturut-turut Sr. M. Tas Sema, Sr. Helen Miriam yang meneruskan pelayanan misi di Rangkasbitung.

Namun, FMM mengalami kekurangan suster-suster dalam bidang kesehatan sehingga tidak mungkin lagi menangani karya ini. Maka dengan perantaraan Mgr. Harsono, Uskup Bogor yang adalah pemilik rumah sakit itu, diadakan pengalihan pertanggung-jawaban dan administrasi rumah sakit dari suster FMM kepada kongregasi SFS (Suster-Suster Fransiskan dari Sukabumi) pada tahun 1981. Pada waktu itu Sr. Gerarda adalah Provinsial SFS dan Sr. Joan Bird, Provinsial FMM. Sr. Hildebrand dan Sr. Waldeburga yang baru tiga bulan berada di Rangkasbitung diminta untuk berangkat ke Bogor untuk menjejaki kemungkinan FMM mengurus sebuah panti asuhan anak-anak (Jeugdzorg) yang beralamat di Museumweg, sekarang Jl. Kantor Batu.

Sejarah

Pendirian kanonik FMM di Buitenzorg (sekarang Bogor) tanggal 25 Juli 1933

Pada 7 November 1947, FMM resmi menempati gedung baru di Jl. Ir. H. Juanda No. 2 dengan karya pendidikan setelah karya panti asuhan ditutup, yang berpedoman pada nilai-nilai dari kharisma FMM. Melihat kebutuhan-kebutuhan yang ada maka biara-biara baru pun mulai dibangun. Tahun 1952, dibuka rumah baru di Jakarta dan Jambi (Sumatera), sedangkan tahun berikutnya komunitas di Tangerang pun dimulai. Tahun 1957 FMM memulai di Flores – Bajawa. Sejalan dengan bertambahnya usia, para suster dari berbagai bangsa mulai datang dan berkarya di Indonesia, sesuai dengan tujuan Kongregasi, yang internasional ini, yakni melayani Gereja baik lokal maupun universal. Novisiat pertama dibuka di Sindanglaya pada tahun 1960, komunitas di Soa – Bajawa tahun 1967, di Yogya tahun 1969, sedangkan komunitas di Tanah Tinggi dan Roxy tahun 1973.

Semakin banyak pemudi Indonesia yang tertarik untuk bergabung, dan mengingat pentingnya pembinaan untuk generasi muda penerus kongregasi, maka tahun 1975, novisiat dipindahkan dari Sindanglaya ke Jl. Pabaton–Bogor. Tahun 1978 dibuka komunitas di Pagal – Flores, dan menyusul komunitas Ruteng dan Yogya. Sampai saat ini FMM terlah berkarya di keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Agung Palembang, Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Bogor, Keuskupan Ruteng, Keuskupan Makasar. Sesuai dengan tujuan, FMM selalu menyesuaikan dengan kebutuhan misi setempat.

Karya pelayanan FMM di Indonesia, antara lain: di bidang pendidikan formal dan non-formal, kesehatan, pastoral, sosial, asrama dan rumah retret. Untuk semuanya ini, kami bersyukur kepada Tuhan: “Sebab Ia telah melakukan perbuatan besar bagi kita” (Luk 1:48).

Pesan Marie de la Passion yang sangat sederhana merupakan nilai universal, sesuai dengan cita-cita orang muda jaman sekarang di semua Negara yang ingin membangun suatu dunia baru berdasarkan cinta kasih dan kebenaran.